EFEKTIVITAS
EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper
betle) DAN
PROBIOTIK PADA PENDEDERAN II IKAN LELE (Clarias sp)
( Laporan Proyek Mandiri)
Oleh :
PUJI RAHAYU
NPM:13742040
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN
JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2015
HALAMAN PENGESAHAN
1.
Judul :Efektivitas
Ekstrak Daun Sirih (Piper
betle)
dan Probiotik Pada Media Pendederan
II Ikan Lele (Clarias sp)
2.
Nama Mahasiswa :Puji Rahayu
3.
Nomer Pokok Mahasiswa :13742040
4.
Program Studi :Budidaya Perikanan
5.
Jurusan :Peternakan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I, Dosen
Pembimbing II
Dian
Febriani,S.Pi,M.Si Nur
Indariyanti,S.Pi,M.Si
NIP. 197602032001122002 Nip.197001152000032001
Ketua Program Studi
Budidaya Perikanan,
Nur
Indariyanti,S.Pi,M.Si.
Nip.
197001152000032001
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penyusun haturkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan proposal Proyek Mandiri yang berjudul
“Efektivitas Ekstrak Daun Sirih(Piper Betle)dan probiotik Pada Media Pendederan II Ikan Lele (Clarias Sp)” ini.
Proposal
ini disusun agar pembaca
dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang Pembesaran Ikan Lele (Clarias sp)
yang penyusun sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi, dan jurnal penelitian.
Semoga proposal ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca
khususnya mahasiswa Politeknik Negeri
Lampung.
Penyusun
sadar bahwa proposal ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
mendapatkan pengetahuan dan kajian yang lebih baik lagi.
Bandar
Lampung, 5 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI hal
I. PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar
Belakang................................................................................... 2
1.2 Tujuan................................................................................................ 2
1.3 Kerangka
Pemikiran........................................................................... 2
1.4 Kontribusi.......................................................................................... 3
II. TINJAUAN
PUSTAKA................................................................... 4
2.1 Sejarah singkat ikan
lele................................................................... 4
2.2 Klasifikasi
ikan lele............................................................................ 4
2.3 Morfologi dan anatomi ikan lele....................................................... 5
2.4 Sentra perikanan ikan lele................................................................. 6
2.5 Habitat............................................................................................... 6
2.6 Klasifikasi tanaman sirih................................................................... 7
2.7 Morfologi tanaman sirih.................................................................... 7
2.8 Kandungan kimia pada daun sirih..................................................... 8
2.9 Probiotik............................................................................................. 9
III.
METODE PELAKSANAAN.......................................................... 11
3.1 Waktu dan tempat pelaksanaan........................................................ 11
3.2 Alat dan bahan.................................................................................. 11
3.3 Prosedur kerja................................................................................... 11
3.3.1
Persiapan alat dan bahan........................................................ 11
3.3.2
Persiapan media..................................................................... 11
3.3.3
Penebaran dan sampling awal benih...................................... 12
3.3.4
Pemeliharaan ikan lele........................................................... 12
3.3.5
Pengaplikasian probiotik pada
pakan.................................... 13
3.3.6
Pembuatan ekstrak daun sirih................................................ 13
3.3.7
Sampling................................................................................ 13
3.3.8
Panen dan sampling akhir benih ikan
pendederan III........... 13
3.4 Parameter
pengamatan..................................................................... 14
3.4.1
Tingkat kesehatan ikan lele.................................................... 14
a. Tingkah
laku ikan lele...................................................... 14
b. Respon
pakan.................................................................... 14
c. Tingkat
penyerangan penyakit.......................................... 14
3.4.2 Sintasan
ikan lele.................................................................. 14
3.4.3 Kualitas
air............................................................................. 15
a. Suhu................................................................................... 15
b. pH...................................................................................... 15
c. DO..................................................................................... 15
3.4.4 Laju
pertumbuhan ikan lele................................................... 15
IV.
Hasil dan
pembahasan....................................................................... 16
V.
Kesimpulan dan
saran........................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 31
Lampiran..................................................................................................... 32
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ikan
lele (Clarias sp) merupakan salah
satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia
karena permintaannya yang terus meningkat setiap tahunnya. Rasanya yang enak
dan relatif lebih murah menjadikan ikan lele sebagai ikan konsumsi dengan
produksi tinggi. Namun banyaknya produksi yang dilakukan belum memenuhi
kebutuhan masyarakat, sehingga ini dapat dijadikan peluang untuk membudidayakan
ikan lele yang menguntungkan.
Budidaya
ikan lele khususnya pada fase pendederan diperlukan manajemen yang baik
sehingga mendapatkan SR dan laju pertumbuhan yang tinggi, serta intensitas
penyerangan penyakit ikan yang rendah.
Pendederan ikan lele dapat
dilakukan dengan memanajemen pakan, memanajemen kualitas air, memanajemen hama
dan penyakit ikan yang baik.
Ikan
lele pada fase pendederan sering kali terjadi kegagalan dikarenakan serangan
penyakit yang dipicu oleh parameter kualitas air yang kurang terkontrol dan kekebalan
tubuh benih ikan lele yang rendah, sehingga pathogen dapat dengan mudah
berkembangbiak dan berpotensi mengganggu ikan.
Sirih (Piper betle L) sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh
masyarakat indonesia sejak lama karena semua bagian tanaman yang meliputi akar,
daun dan bijinya digunakan sebagai obat. Pada daun sirih,terkandung atsiri. Atsiri pada daun sirih mengandung chavicol C4H3OH yang merupakan antiseptik yang kuat untuk
menanggulangi parasit terutama lchthyophthirius
multifiliis. Hasil tersebut telah dibuktikan validitasnya (Fidyadini dkk,
2012).
Probiotik adalah makanan tambahan
(suplemen) berupa jasad hidup atau bakteri baik yang membantu dalam memperbaiki
kualitas air budidaya ikan, pertumbuhan dan meningkatkan kesehatan ikan.
Probiotik baik digunakan pada ikan yang rentan terserang penyakit, seperti pada
benih ikan lele pada pendederan II.
1.2
Tujuan
Tujuan
penambahan ekstrak daun sirih pada media dan probiotik pada pakan dalam
pendederan II ikan lele adalah mengetahui tingkat kesehatan ikan, yaitu tingkat
prevalensi ikan dan repon pakan, mengetahui sintasan ikan, mengetahui laju
pertumbuhan ikan dan kualitas air pemeliharaan
1.3
Kerangka
pemikiran
Pendederan
ikan lele sangat penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi
ikan lele karena pengontrolan yang dilakukan pada media yang terbatas. Tujuan
pendederan adalah mengontrol benih lele dari setelah menetas hingga siap
ditebar pada lahan luas. Pengontrolan dilakukan untuk meningkatkan sintasan
benih ikan lele dan meningkatkan kesehatan ikan. Kesehatan ikan lele sering
kali terganggu karena adanya pathogen
yang menyerang. Hal ini dapat disebabkan oleh kualitas air budidaya yang kurang
terkontrol. Dengan adanya penambahan ekstrak daun sirih yang mengandung
antibiotik alami dapat dimanfaatkan dalam pencegahan penyakit ikan lele yang
kemungkinan akan menyerang meskipun
kualitas air budidaya yang dikelola telah baik. Hal ini dapat meningkatkan
sintasan ikan lele dan sekaligus meningkatkan hasil produksi.
Probiotik
adalah makhluk hidup atau organisme yang dimanfaatkan dalam budidaya ikan
karena bersifat mendukung lingkungan maupun kesehatan ikan. Bakteri yang
terkandung dalam probiotik sangat berfariasi, seperti bakteri nitrosomonas yang membantu dalam proses
penguraian bahan bahan berbahaya didasar kolam, bakteri bacillus yang membantu dalam proses pencernaan dan bakteri lain
yang dapat dimanfaatkan dalam proses budidaya.Aplikasi probiotik pada pakan
dapat membantu menyempurnakan organ pencernaan pada benih ikan lele tahap
pendederan I. Hal ini dapat meningkatkan laju pertumbuhan benih ikan lele.
1.4
Kontribusi
Kegiatan
proyek mandiri ini diharapakan dapat bermanfaat dalam bidang perikanan, dengan
mengetahui manfaat ekstrak daun sirih yang diberikan pada media pemeliharaan dan
pemberian probiotik pada pakan dalam pendederan II ikan lele. Pemberian ekstrak
daun sirih pada media pemeliharaan diharapkan dapat meningkatkan kesehatan ikan
karena dapat mengurangi bakteri berbahaya yang dapat menyerang ikan melalui
media. Sedangkan pemberian probiotik pada pakan diharapkan dapat meningkatkan
laju pertumbuhan benih ikan lele karena fungsinya yang dapat membantu dalam
proses pencernaan ikan lele pada pendederan II.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Sejarah
singkat ikan lele
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan
tubuh memanjang. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara
lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo,Aceh), ikan pintet (Kalimantan
Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa
Tengah).Di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang). Ikan lele dalam bahasa Inggris disebut
pula catfish, siluroid,
mudfish dan walking
catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin.
Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, dan
sawah.
2.2
Klasifikasi ikan lele
Klasifikasi
ikan lele berdasarkan Saanin (1984) dalam Hilwa (2004) yaitu sebagai berikut:
Kingdom :Animalia
Filum :Chordata
Kelas :Pisces
Subkelas :Teleostei
Ordo
:Ostarophysi
Subordo :Siluroidae
Famili :Clariidae
Genus :Clarias
Spesies :Clarias
sp
2.3
Morfologi
dan biologi ikan lele
Puspowardoyo
dan Djarijah (2002), Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burchell) memiliki
morfologi yang mirip dengan lele lokal (Clarias batrachus). Bentuk tubuh
memanjang, agak bulat, kepala gepeng dan batok kepalanya keras, tidak bersisik
dan berkulit licin, mulut besar, warna kulit badannya terdapat bercak-bercak
kelabu seperti jamur kulit manusia (panu).
Ikan
lele dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking
catfish. 8 ciri-ciri morfologis lele dumbo lainnya adalah sungutnya. Sungut
berada di sekitar mulut berjumlah delapan buah atau 4 pasang terdiri dari
sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, mandibular dalam dua
buah, serta sungut maxilar dua buah. Ikan lele mengenal mangsanya dengan alat
penciuman, lele dumbo juga dapat mengenal dan menemukan makanan dengan cara
rabaan (tentakel) dengan menggerak-gerakan salah satu sungutnya terutama
mandibular (Santoso, 1994). Lele dumbo mempunyai lima buah sirip yang terdiri
dari sirip pasangan (ganda) dan sirip tunggal. Sirip yang berpasangan adalah
sirip dada (pectoral) dan sirip perut (ventral), sedangkan yang tunggal adalah
sirip punggung (dorsal), ekor (caudal) serta sirip dubur (anal). Sirip dada
ikan lele dumbo dilengkapi dengan patil atau taji tidak beracun. Patil lele
dumbo lebih pendek dan tumpul bila dibandingkan dengan lele lokal (Santoso,
1994).
Ikan
lele merupakan hewan nokturnal dimana ikan ini aktif pada malam hari dalam
mencari mangsa. Ikan-ikan yang termasuk ke dalam genus lele 7 dicirikan dengan
tubuhnya yang tidak memiliki sisik, berbentuk memanjang serta licin. Ikan Lele
mempunyai sirip punggung (dorsal fin) serta sirip anus (anal fin) berukuran
panjang, yang hampir menyatu dengan ekor atau sirip ekor. Ikan lele memiliki
kepala dengan bagian seperti tulang mengeras di bagian atasnya. Mata ikan lele
berukuran kecil dengan mulut di ujung moncong berukuran cukup lebar. Dari
daerah sekitar mulut menyembul empat pasang barbel (sungut peraba) yang
berfungsi sebagai sensor untuk mengenali lingkungan dan mangsa. Lele memiliki
alat pernapasan tambahan yang dinamakan Arborescent. Arborescent ini merupakan
organ pernapasan yang berasal dari busur insang yang telah termodifikasi. Pada
kedua sirip dada lele terdapat sepasang duri (patil), berupa tulang berbentuk
duri yang tajam. Pada beberapa spesies ikan lele, duri-duri patil ini
mengandung racun ringan. Hampir semua species lele hidup di perairan tawar.
Berikut kisaran parameter kualitas air untuk hidup dan pertumbuhan optimum ikan
lele menurut beberapa penelitian dalam Witjaksono (2009).
2.4
Sentra
perikanan lele
Ikan lele banyak ditemukan di benua Afrika dan Asia.
Dibudidayakan di Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Di Thailand produksi
ikan lele ± 970 kg/100m2/tahun. Di India (daerah Asam) produksinya rata-rata
tiap 7 bulan mencapai 1200 kg/Ha.
2.5
Habitat
Ikan
lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air,
semua perairan tawar dapat menjadi lingkungan hidup atau habitat lele dumbo
misalnya waduk, bendungan, danau, rawa, dan genangan air tawar lainnya. Di alam
bebas, lele dumbo ini memang lebih menyukai air yang arusnya mengalir secara
perlahan atau lambat. Aliran air arus yang deras lele dumbo kurang menyukainya
(Santoso, 1994). Lele dumbo asal Afrika ternyata sangat toleransi terhadap suhu
air yang cukup tinggi yaitu 20º – 35ºC, disamping itu lele dumbo dapat hidup
pada 9 kondisi lingkungan perairan yang jelek. Kondisi air dengan kandungan
oksigen yang sangat minim lele dumbo masih dapat bertahan hidup, karena lele
dumbo memiliki alat pernafasan tambahan yang disebut organ arborescent
(Santoso, 1994).
2.6
Klasifikasi
tanaman sirih
Klasifikasi
tanaman sirih menurut Koesmiati dan Dwiyanti adalah sebagai berikut:
Devisio :Spermatopyta
Subdevisio :Angiospermae
Kelas :Dicotyledonae
Ordo :Piperales
Familia
:Piperaceae
Genus :Piper
Species :Piper
betle Linn
2.7
Morfologi
tanaman sirih
Sirih
sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Tanaman
ini banyak ditanam orang di pekarangan, batangnya berwarna hijau kecokelatan.
Permukaan kulit kasar dan berkerut-kerut, mempunyai nodule atau ruas yang besar
tempat keluarnya akar. Tumbuh memanjat dan bersandar pada batang lain, tinggi
dapat mencapai 5 – 15 m. Batang sirih berwarna coklat kehijauan,berbentuk
bulat, beruas dan merupakan tempat keluarnya akar. Daunnya yang tunggal
berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, dan
mengeluarkan bau yang sedap bila diremas.8 Panjangnya sekitar 5 - 8 cm dan
lebar 2 - 5 cm. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ±
1 mm berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan panjangnya sekitar 1,5 - 3 cm
dan terdapat dua benang sari yang pendek sedang pada bulir betina panjangnya
sekitar 1,5 - 6 cm dimana terdapat kepala putik tiga sampai lima buah berwarna
putih dan hijau kekuningan. Buahnya buah buni berbentuk bulat berwarna hijau
keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan.
2.8
Kandungan
kimia pada daun sirih
Kandungan
kimia utama yang memberikan ciri khas daun sirih adalah minyak atsiri. Daun
sirih dapat digunakan sebagai antibakteri karena mengandung 4,2% minyak atsiri
yang sebagian besar terdiri dari betephenol yang merupakan isomer Euganol
allypyrocatechine, Cineol methil euganol, Caryophyllen (siskuiterpen), kavikol,
kavibekol, estragol dan terpinen. Selain itu tumbuhan sirih juga mengandung
saponin, flavonoid, dan polifenol. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai
antimikroba. Senyawa saponin akan merusak membran sitoplasma dan membunuh sel.
Senyawa flavonoid diduga mekanisme kerjanya mendenaturasi protein sel bakteri
dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Mekanisme fenol sebagai
agen anti bakteri adalah meracuni protoplasma, merusak dan menembus dinding
serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenolik bermolekul besar mampu
menginaktifkan enzim essensial di dalam sel bakteri meskipun dalam konsentrasi
yang sangat rendah. Fenol dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri,
denaturasi protein, menginaktifkan enzim dan menyebabkan kebocoran sel. Khasiat
Daun Sirih Pada uji antibakteri dengan metode dilusi air rebusan daun sirih
jawa dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 60%.13
Daun sirih terdapat senyawa yang bersifat bakterisidal, yaitu kavikol yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Minyak astiri dari daun sirih
sepertiganya terdiri dari phenol dan sebagian besar adalah kavikol yang
memiliki daya pembunuh bakteri lima kali lipat dari phenol biasa. Kavikol ini
juga memberikan bau yang khas pada daun sirih.
2.9
Probiotik
|
Probiotik mengandung arti
"pro" dan "bios" berasal dari bahasa
Yunani. Selanjutnya secara luas digunakan definisi menurut
Fuller
(Gismondo,
et 01. dalam Yousefian and Amici, 2009), yaitu suplementasi sel mikroba hidup
pada pakan yang menguntungkan inangnya dengan memperbaiki keseimbangan dalam intestinalnya. Dalam lrianto
(2003)
dinyatakan bahwa
probiotik selain
untuk perbaikan pakan, dimaksudkan juga untuk
perbaikan lingkungan.
Yousefian
and Amiri ( 2009) menyatakan bahwa probiotik dalam akuakultur berperan dalam meningkatkan laju
pertumbuhan, meningkatkan sistem
imun
dengan
perubahan komunitas bakteri
intestinalnya,
Penggunaan probiotik pada akuakultur adalah antisipasi sebagai strategi yang paling baik untuk pencegahan dari infeksi mikrobia dan untuk mengganti antibiotik dan kemoterapi. Keuntungan dan
keamanan yang didapatkan dari industri di luar
akuakultur tentang bakteri asam laktat,
telah mempercepat diterimanya probiotik dalam bidang akuakultur. (Zizhong Qi et al., 2009).
III.
METODE PELAKSANAAN
3.1
Waktu
dan Tempat pelaksanaan
Praktek
proyek mandiri direncanakan dilakukan pada bulan November sampai bulan Desember
2015 bertempat di lingkungan laboratorium perikanan A Politeknik Negeri Lampung.
3.2
Alat
dan Bahan
Alat
yang direncanakan digunakan untuk praktek proyek mandiri adalah cangkul,
selang, terpal, paralon, scopnet, seperangkat alat ukur kualitas air,
timbangan, penggaris, ember, gergaji,dan
alat tulis.
Bahan
yang direncanakan digunakan untuk proyek mandiri adalah benih ikan lele ukuran
3-5 cm, pakan , bambu, air, ekstrak daun sirih, dan probiotik.
3.3
Prosedur
kerja
3.3.1
Persiapan
alat dan bahan
Alat
yang dibutuhkan dicuci dengan sabun hingga bersih. Hal ini dilakukan untuk
membunuh pathogen berbahaya yang dapat mengganggu ikan lele.
Bahan
perlu dipersiapkan seperti ketersediaan air, bilah bambu, benih ikan lele, daun
sirih, probiotik, dan pakan.
3.3.2 Persiapan media
Media
pendederan direncanakan berukuran 1 x 2 meter yang dirangkai dari bilah bambu
yang disusun dan dipaku sesuai ukuran kemudian dilakukan pemasangan terpal
dengan tinggi 50 cm. Perencanaan persiapan kolam dilakukan selama satu minggu.
Setelah persiapan kolam selesai, dilakukan pengisian air kolam sampai tinggi
air 30 cm dan diendapkan selama 3 hari.
3.3.3
Penebaran
dan sampling awal benih ikan lele
Penebaran benih
ikan lele ukuran 3-5 cm dengan padat tebar 200 ekor/m². Penebaran benih
dilakukan setelah perlakuan sampling
benih sebanyak 5-10 % dari populasi. Sampling dilakukan untuk mengukur panjang
dan berat awal benih ikan lele. Sampling bertujuan untuk menentukan jumlah
pemberian pakan ikan lele dengan FR 5%. Benih ikan lele diaklimatisasi terlebih
dahulu selama ± 10 menit dengan cara mengapung- apungkan kantung plastik yang
berisi benih ikan lele dipermukaan kolam sampai suhu dalam kantung plastik
dengan kolam hampir sama dan benih ikan lele dapat keluar dengan sendirinya
dari kantung plastik ke kolam. Aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan
lingkungan yang lama ke lingkungan yang baru dan memperkecil tingkat stress
pada ikan. Penebaran benih ikan lele dilakukan pada saat suhu rendah yaitu pagi
atau sore hari.
3.3.4
Pemeliharaan
ikan lele
Benih ikan lele
didederkan mulai dari ukuran 3-5 cm sampai ukuran panjang rata rata 9,635 cm/ekor.
Pemeliharaan benih ikan lele dapat dilakukan dengan pemberian pakan secara teratur
sesuai kebutuhan dan bukaan mulut ikan, mengontrol kualitas air dengan
pengukuran parameter kualitas air sesering mungkin, melakukan pergantian air,
dan pengotrolan kesehatan ikan.
3.3.5
Pengaplikasian
probiotik pada pakan
Probiotik
diaplikasikan pada pakan karena probiotik yang digunakan memiliki kandungan
bakteri bacillus sp yang dapat
dimanfaatkan langsung pada organ pencernaan benih ikan lele. Dosis yang
digunakan pada pakan adalah 5 ml/kg pakan.
3.3.6
Pembuatan
ekstrak daun sirih
Ekstrak
sirih diambil dari hasil perebusan daun sirih sebanyak 2 gr/60 ml air. Dosis yang diberikan pada kolam
adalah 8,3 ppm (adi, 2011). Air ekstrak rebusan daun sirih ini mengandung
antibiotik alami yang dapat mencegah perkembangbiakan jamur, bakteri , dan
pathogen berbahaya yang dapat menyerang ikan. Ekstrak daun sirih ini dimasukkan
kedalam kolam 3 hari setelah penebaran dan selanjutnya dilakukan seminggu
sekali.
3.3.7
Sampling
Sampling
dilakukan per minggu pada pemeliharaan benih ikan lele. hal ini untuk mengukur banyaknya pakan yang
diberikan untuk benih ikan lele berdasarkan FR 5% dari bobot biomassa. Sampling
dilakukan untuk mengukur panjang tubuh ikan, berat tubuh ikan, mengamati respon
ikan terhadap pakan dan gangguan,dan untuk menghitung kebutuhan pakan ikan
untuk pemeliharaan selanjutnya hingga panen.
3.3.8
Panen
dan sampling akhir benih ikan lele pendederan III
Panen dilakukan
setelah ikan berukuran panjang rata-rata 9,635 cm. Pada saat yang bersamaan,
dilakukan sampling akhir untuk mengetahui tingkat sintasan ikan, pakan yang habis,
laju pertumbuhan ikan, dan kondisi kesehatan ikan.
3.4
Parameter
pengamatan
3.4.1
Tingkat
kesehatan ikan lele
a.
Tingkat
penyerangan penyakit
Prevalensi atau
frekuensi kejadian adalah besarnya persentase ikan yang terinfestasi dari ikan
sampel yang diperiksa (Stasiun Karantina Ikan kelas I Hang Nadim, 2010).
Prevalensi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Prevalensi
=
× 100%
b.
Respon
pakan
Ciri-ciri ikan
sehat adalah salah satunya respon pakan yang baik, dapat terlihat ikan yang
sehat memiliki nafsu makan yang tinggi dan wajar. Pakan yang diberikan
berdasarkan FR dan sekaligus dengan mengamati berapa persen sisa atau
pertambahan pakan dari FR yang telah ditetapkan.
3.4.2
Sintasan
ikan lele
Kelangsungan hidup (SR) yaitu
persentase jumlah benih ikan kerapu tikus yang masih hidup, setelah diberi
pakan. Penghitungan SR dilakukan pada akhir penelitian. Penghitungan
kelangsungan hidup dirumuskan oleh (Mudjiman, 2004 dalam Sari
2006) sebagai berikut :
SR = Nt x 100%
Keterangan :
S = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah biota pada saat panen (ekor)
No = Jumlah biota pada saat penebaran (ekor)
3.4.3
Kualitas
air
a.
Suhu
Pengukuraan suhu dilakukan dengan menggunakan
alat yang disebut thermometer. Pengukuran suhu dilakukan sebanyak tiga kali
sehari pada pagi, siang,dan sore hari. Pengukuran suhu ditempatkan dalam
beberapa titik pada media kemudian di rata- rata.
b.
pH Air
Pengukuran pH air dilakukan menggunakan kertas
lakmus dengan frekuensi pengukuran sebanyak 1 kali dalam seminggu. Pengukuran
dilakukan dititik dasar media pemeliharaan. Hal ini dilakukan karena pada dasar
perairan banyak bahan organik yang dapat mempengaruhi pH air.
c.
DO (Disolved Oxigent)
Pengukuran DO dilakukan menggunakan alat DO meter
sebanyak satu kali dalam seminggu. Pengukuran DO dilakukan dengan mencelupkan
alat deteksi pada DO meter kemudian melihat hasil pengukurannya pada alat ukur
DO meter tersebut.
3.4.4
Laju
pertumbuhan ikan lele
Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran
baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu (Effendie,
1979).
Laju pertumbuhan benih ikan lele diukur
dengan menimbang bobot dan panjang tubuh benih ikan lele pada saat sampling.
Hasil pengukuran akan menentukan permberian pakan sebanyak 5% dari bobot
biomassa. Rumus perhitungan laju pertumbuhan adalah sebagai berikut:
α =
Dengan α =
Laju Pertumbuhan Harian (%)
t =
Waktu pemeliharaan (hari)
Wt =
Bobot ikan akhir (gr)
Wo =
Bobot ikan awal (gr)
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Tingkat kesehatan ikan lele
a.
Tingkat
penyerangan penyakit
Prevalensi
adalah persentase ikan yang terinfeksi dibandingkan dengan seluruh ikan contoh
yang diperiksa.(Dogiel et al., 1970 dalam Awilia, 2002). Perhitungan prevalensi
dilakukan pada saat ikan lele terserang penyakit. Hasil perhitungan prevalensi
selama pemeliharaan dapat dilihat pada tabel 1.
Minggu ke-
|
Jumlah ikan
yang diperiksa
|
Jumlah ikan
sakit
|
Prevalensi
|
1
|
40
|
0
|
0 %
|
2
|
40
|
0
|
0%
|
3
|
40
|
13
|
32%
|
4
|
40
|
2
|
5 %
|
5
|
40
|
0
|
0%
|
6
|
40
|
0
|
0%
|
Tabel
1. prevalensi ikan per minggu
Hari
ke-20 atau pada minggu ke-3 pemeliharaan,didapatkan persentase ikan sakit 32%
dari seluruh populasi. Hasil didapatkan dengan menghitung 40 ekor ikan sample
yang diperiksa terdapat 13 ekor ikan sakit,Penyakit ikan adalah segala sesuatu
yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan baik secara langsung atau tidak
langsung. gangguan itu dapat disebabkan oleh organisme lain, pakan atau kondisi
lingkungan yang kurang menunjang kehidupan ikan.
Timbulnya
serangan penyakit ikan merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan,
kondisi lingkungan dan organisme penyakit (Afrianto&Liviawati, 1992).
Penyakit yang menyerang ikan lele selama pemeliharaan disebabkan karena adanya
bakteri Aeromonas hydrophila karena
bagian tubuh ikan lele terdapat bercak merah, sirip dan ekor timbul borok,
gerakan ikan lambat, dan tidak nafsu makan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
wahjuningrum (2013) bahwa ciri-ciri benih ikan terserang bakteri Aeromnas hydrophila adalah benih ikan
mengalami gejala klinis seperti kulit yang kemerahan, berenang tidak beraturan,
dan adanya kerusakan pada sirip.
Penyebab
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas
hydrophila adalah ikan yang stress karena fluktuasi perubahan suhu yang
tinggi, serta bahan organik yang mencemari media pemeliharaan, hal ini sesuai
dengan pernyataan dewi murni (2009) bahwa pada
umumnya Aeromonas hydrophila merupakan oportunis karena penyakit
yang disebabkannya mewabah pada ikan-ikan yang mengalami stress atau pada
pemeliharaan dengan padat tebaran yang tinggi. Selain itu, Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar, terutama
yang mengandung bahan organik tinggi. Ada pula yang berpendapat bahwa bakteri Aeromonas dapat hidup dalam saluran pencernaan
(Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Lukistyowati
dan Kurniasih (2012) menyatakan bahwa bakteri Aeromonas hydrophila sangat mempengaruhi usaha budidaya ikan air
tawar dan seringkali menimbulkan wabah penyakit dengan tingkat kematian yang
tinggi (80-100 %) dalam kurun waktu yang singkat (1-2 minggu).
Penyakit
yang disebabkan oleh bakteri aeromonas
hydrophila dapat di obati dengan penggunan bahan alami yang tidak
meninggalkan residu yang berbahaya bagi ikan ataupun manusia. Bahan alami yang
dapat mengobati diantaranya adalah daun sirih. Daun sirih mengandung
bahan-bahan alami yang dapat membunuh bakteri berbahaya. Salah satu bahan dalam
daun sirih adalah saponin.
Saponin
merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga
terjadi hemolisis sel. Apabila saponin berinteraksi dengan sel kuman, maka
kuman tersebut akan pecah atau lisis. Saponin sering dimanfaatkan untuk
desinfeksi media budidaya sehingga peranannya sebagai antimikroba sudah teruji
(Lesmanawati 2006).
Aplikasi
ekstrak daun sirih ditingkatkan dengan pemberian setiap harinya pada media
setelah adanya serangan penyakit. Hari ke-25 pemeliharaan setelah ikan
terserang penyakit, tingkat penyerangan penyakit menurun dengan perhitungan prevalensi
yang didapatkan sebesar 5% dari
populasi. Pemeliharaan pada minggu selanjutnya perhitungan prevalensi ikan
sakit menjadi 0% hingga panen.
b. Respon pakan ikan
Respon
pakan ikan lele dilihat dari banyaknya pakan yang habis termakan oleh ikan lele
dibandingkan dengan banyaknya pemberian pakan menurut FR 5%. Respon pakan ikan
lele juga dapat dilihat dari persentase efisiensi pakan. Efisiensi pakan adalah
nilai perbandingan antara pertambahan berat dengan pakan yang dikonsumsi yang
dinyatakan dalam persen (Mudjiman, 2004). Semakin tinggi nilai efisiensi pakan
maka respon ikan terhadap pakan tersebut semakin baik yang ditunjukkan dengan
pertumbuhan ikan yang cepat (Hariyadi dkk., 2005).
a.
Respon pakan per hari.
Pengamatan
respon pakan per hari dapat dilihat pada gambar 1 dan hasil perhitungan respon
pakan perhari disajikan dalam lampiran.
Gambar 1 respon pakan ikan per hari
Berdasarkan
gambar 1 respon pakan ikan lele selama pemeliharaan memperlihatkan nafsu makan
ikan lele yang tidak teratur. Hal ini diduga karena pengaruh kualitas air dan
pakan yang diberikan. Daun sirih dapat mempengaruhi kualitas air media dengan
membunuh bakteri yang dapat mengganggu kesehatan ikan yang berdampak menurunkan
nafsu makan ikan. Menurut Setiabudy dan Viencent (2002) mengemukakan bahwa
aktivitas suatu zat antibakteri dapat dilihat dari efektifitas zat tersebut
dalam menghambat atau membunuh bakteri. Dari hasil penelitian yang dilakukan
Yulita (2002) terlihat bahwa daun sirih sangat efektif dalam pengobatan
penyakit yang disebabklan bakteri Aeromonas
hydrophila pada ikan lele dumbo (Clarias
sp.).
Probiotik
yang aplikasikan ke pakan dapat mempengaruhi respon pakan ikan karena adanya
bakteri bacillus sp yang terdapat
dalam pakan dapat membantu ikan dalam proses mencerna makanan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Gatesoupe (1999) dalam Mulyadi (2011) bahwa aktivitas bakteri
dalam pencernaan akan berubah dengan cepat apabila ada mikroba yang masuk
melalui pakan atau air yang menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan bakteri
yang sudah ada dalam usus (saluran pencernaan) dengan bakteri yang masuk.
Adanya keseimbangan antara bakteri saluran pencernaan ikan menyebabkan bakteri
probiotik bersifat antagonis terhadap bakteri pathogen sehingga saluran
pencernaan ikan lebih baik dalam mencerna dan menyerap nutrisi pakan.
Gambar
1 menunjukkan bahwa dalam waktu pemeliharaan selama 18 hari respon pakan tinggi
dan stabil. Pakan yang habis termakan melebihi dari pakan yang ditentukan
dengan FR 5%. Respon pakan pada minggu-minggu selanjutnya menjadi tidak stabil,
terlihat pada hari ke 19 dan hari ke 21, respon pakan dibawah 100% yang artinya
pakan yang termakan pada ikan lebih rendah dari pakan yang ditentukan dengan FR
5%. Hal ini dikarenakan pada minggu ke 3 pada hari ke 20 masa pemeliharaan ikan
terserang penyakit aeromonas hydrophilla yang
menyebabkan respon pakan menjadi tidak stabil sampai pada minggu ke 4
pemeliharaan. Respon pakan di akhir pemeliharaan masih belum stabil dikarenakan
ikan dalam masa pemulihan setelah
terserang penyakit aeromonas pada minggu ke 3 sampai minggu ke 4 hal ini
dikarenakan efek ekstrak daun sirih sebagai immunostimulan apabila digunakan
dalam dosis yang rendah tidak efektif,akan tetapi jika digunakan dengan dosis
lebih tinggi akan mempengaruhi imun ikan itu sendiri,hal ini sesuai dengan
pernyataan
Respon
pakan ikan berkaitan dengan efisiensi pakan, menurut Haryadi dkk (2005) dalam
Arief dkk (2014) semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka respon ikan terhadap
pakan tersebut semakin baik yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ikan yang
cepat. Pengamatan efisiensi pakan dapat dilihat pada gambar 2 dan hasil
perhitungan efisiensi pakan disajikan dalam lampiran.
Gambar 2 efisiensi pakan per minggu
Menurut
Craig dan Helfrich (2002) diacu oleh Arief dkk (2014) Pakan memberikan
pertumbuhan yang baik bila nilai efisiensi pemberian pakan lebih dari 50% atau
bahkan mendekati 100%. Efisiensi selama pemeliharaan sangat efisien,
dikarenakan nilai efisiensi pakan lebih dari 100%. Efisiensi pemberian menurut
ricky dkk (2014) bahwa Tingkat efisiensi penggunaan pakan pada ikan lele dumbo
ditentukan oleh pertumbuhan dan jumlah pakan yang diberikan. Efisiensi pakan
yang rendah pada minggu ke 3 disebabkan oleh respon pakan ikan yang rendah,
sehingga pakan yang diberikan lebih sedikit dari FR yang telah ditentukan
karena adanya penyakit yang menyerang. Minggu selanjutnya efisiensi pakan
meningkat, karena respon pakan pada minggu ke-4 mulai stabil. Pada minggu ke-5,
efisiensi pakan kembali menurun karena respon pakan pada minggu ke-5 yang tidak
stabil. Pada minggu terakhir pemeliharaan, efisiensi pakan kembali membaik
karena pertumbuhan ikan yang relatif cepat karena suhu pada minggu akhir
pemeliharaan ada pada kisaran suhu yang optimal.
4.2
Sintasan
ikan lele
Sintasan adalah presentase jumlah ikan yang hidup dalam kurun waktu
tertentu (Effendie, 1979). Sintasan organisme dipengaruhi oleh padat penebaran
dan faktor lainnya seperti, umur, pH, suhu dan kandungan amoniak (Resmiaty dan
Mayunar, 1990) dalam fadlih (2001)
bahwa faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
adalah tersedianya jenis makanan serta adanya lingkungan yang baik seperti
oksigen, amoniak, karbondioksida, nitrat, hidrogen sulfida dan ion hidrogen.
Hasil sintasan ikan dapat dilihat pada tabel 2 dan hasil perhitungan dapat
dilihat dalam lampiran.
Jumlah ikan awal pemeliharaan
|
Jumlah ikan di akhir pemeliharaan
|
Sintasan ikan
|
400 ekor
|
306
|
76,5%
|
Tabel 2. Sintasan ikan lele
Pedederan ikan
lele dengan penambahan ekstrak daun sirih pada media dan probiotik pada pakan
menunjukkan persentase sintasan ikan lele dari awal pemeliharaan sampai akhir
pemeliharaan adalah 76,5%. Tingkat mortalitas yang cukup tinggi di karenakan
serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila yang menyebabkan kematian massal pada minggu
ke 3 pemeliharaan. Total seluruh ikan yang mati adalah sebanyak 94 ekor dari
populasi yaitu 400 ekor.
4.3 Laju Pertumbuhan ikan lele
Pertumbuhan
merupakan perubahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu
tertentu (Effendie, 1979). Perhitungan laju pertumbuhan ikan lele dihitung
dengan menghitung berdasarkan berat dan panjang yang telah diukur disetiap
sempling pada tiap minggunya.
a. Pertumbuhan berat
Pengamatan pertumbuhan berat rata- rata
setiap minggunya dapat dilakukan dengan melihat gambar 3, dan hasil perhitungan
disajikan dalam lampiran.
Gambar 3.pertumbuhan berat tiap
minggu
Pertumbuhan berat ikan lele dari
awal sampai akhir pemeliharaan selalu mengalami peningkatan. Berat awal
rata-rata pada awal pemeliharaan adalah 0,675gram/ ekor dan berat akhir
rata-rata akhir pemeliharaan adalah 16,25 gram/ekor. Pertumbuhan dipengaruhi
oleh beberapa faktor,yaitu salah satunya adalah tingkat kesehatan ikan. Pada
minggu ke-3 meskipun ikan terserang penyakit, akan tetapi berat ikan tetap
naik,akan tetapi penyerangan penyakit yang terjadi akan mempengaruhi laju
pertumbuhan harian pada ikan lele dan
sintasan ikan lele.
b. laju pertumbuhan berat harian
Pengamatan laju
pertumbuhan berat harian setiap minggunya dapat dilakukan dengan melihat gambar
4, dan hasil perhitungan disajikan dalam lampiran.
Gambar 4 laju pertumbuhan berat
harian
Laju pertumbuhan
berat harian terlihat bahwa pada setiap minggunya mengalami penurunan dan
penambahan. Menurut Suhenda (1988), laju pertumbuhan ikan lele sebesar 1,25%
per hari apabila diberi pakan yang mengandung protein 45 % dan energy 3.000
Kcal/kilogram pakan (Fuad, 2005). Laju pertumbuhan berat harian pada minggu ke
-1 mencapai 7,63% yang artinya lebih baik dari pernyataan suhendra (1988). Laju
pertumbuhan berat harian terendah adalah pada minggu ke-5. Hal ini disebabkan
karena kondisi ikan lele sedang mengalami masa pemulihan karena adanya serangan
penyakit aeromonas hydrophilla.
Menurut Ahmadi (2012) laju pertumbuhan
harian ikan lele dengan pemberian probiotik pada pakan dengan aplikasi sebanyak
6ml/kg pakan mengalami laju pertumbuhan sebesar 3,12%. Sedangkan pendederan
ikan lele dengan aplikasi probiotik dengan pemberian probiotik sebanyak 5 ml/kg
mengalami laju pertumbuhan harian paling tinggi yaitu sebesar 12,285 %.
c. pertumbuhan panjang
Pengamatan
laju pertumbuhan panjang rata-rata setiap minggunya dapat dilakukan dengan
melihat gambar 5, dan hasil perhitungan disajikan dalam lampiran.
Gambar 5. Pertumbuhan panjang tiap
minggu
Petumbuhan
panjang rata-rata setiap minggunya mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat
dari panjang rata-rata awal adalah 4,465 cm/ekor, pada minggu ke-2 pemeliharaan
pertumbuhan panjang mencapai 4,96 cm/ekor, pada minggu ke-3 pemeliharaan
pertumbuhan panjang mencapai 6,36 cm/ekor, pada minggu ke-4 pemeliharaan
pertumbuhan panjang mencapai 7,3 cm/ekor, pada minggu ke-5 pemeliharaan pertumbuhan
panjang mencapai 9,635 cm/ekor dan pada akhir pemeliharaan pertumbuhan panjang
ikan lele mencapai 12,875 cm/ ekor.
d. Laju pertumbuhan panjang harian
Pengamatan laju
pertumbuhan panjang harian setiap minggunya dapat dilakukan dengan melihat
gambar 6, dan hasil perhitungan disajikan dalam lampiran.
Gambar 6. Laju pertumbuhan panjang
harian(%)
Berdasarkan gambar 6
terdapat peningkatan laju pertumbuhan panjang pada minggu ke-2 dan penurunan
terjadi pada minggu ke-3 pemeliharaan. Penurunan yang terjadi pad minggu ke-3
disebabkan oleh penyerangan penyakit. Penyerangan penyakit tidak mempengaruhi
pertumbuhan panjang harian ikan lele,akan tetapi dapat mempengaruhi laju
pertumbuhan panjang harian ikan lele. Peningkatan kembali terjadi pada minggu
akhir pemeliharaan, karena pada akhir pemeliharaan ikan lele pada masa
penyembuhan dari serangan penyakit aeromnas hydrophilla.
4.4 Kualitas air
Kualitas
air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter
kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan
mikrobiologis(Masduqi,2009).
Menurut
Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian
tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia,
fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air
adalah upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan
sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi
alamiahnya. Data kualitas air selama pemeliharaan dan perbandingannya dengan
data kualitas air menurut SNI Dapat dilihat pada tabel 1 dan disajikan pada
lampiran.
Parameter
|
Badan
Standarisasi Nasional, 2000
|
Kolam
pemeliharaan
|
Suhu
(°C)
|
25-30
|
26-37
|
DO
(mg/l)
|
4
|
8
|
pH
|
6,5-8,5
|
6,25-7,89
|
Tabel
1. Kualitas air selama pemeliharaan
a. Suhu
Menurut
hidayat (2015), suhu adalah faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan
kelarutan gas dalam air. Suhu yang optimal menurut Standar Nasional Indonesia
(2000), adalah 25-30°C. Rentang suhu pada pemeliharaan tidak optimal karena
suhu ada pada kisaran 26-37°C. Perbedaan suhu yang signifikan ini dapat
mempengaruhi kondisi ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kordi dan Andi
(2009) yaitu Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu
penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu
perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan
biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan
suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan
suhu sampai ekstrim (drastis).
Pemeliharaan
pada minggu ke-1 terlihat bahwa pada pagi hari, suhu ada pada kisaran
26-28°C,suhu pada siang hari ada pada kisaran 32- 37°C. Sedangkan, pada sore
hari suhu ada pada kisaran 32-36°C. Perbedaan suhu pada pagi dan sore adalah
sampai pada 10°C. Pemeliharaan pada minggu ke-2 sampai pada minggu akhir
pemeliharaan, suhu tetap mengalami perbedaan yang drastis pada pagi hingga sore
hari. Perubahan suhu kurang dari 10°C terjadi pada hari ke-12, yaitu suhu pagi
hingga sore ada pada kisaran 27-32°C, hal ini dikarenakan hujan terjadi pada
siang hari. Perbedaan suhu yang signifikan dapat menyebabkan stress pada ikan
hingga ikan mudah terserang penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mazeaud
dan Mazeaud (1981) dalam hidayat bahwa perubahan suhu dapat mengakibatkan ikan
stress hingga mengalami kematian.
b.
pH Air
Menurut
Andayani(2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion
hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+).pH air selama pemeliharaan menunjukkan
nilai kisaran 6,25- 7,89. Sedangkan, menurut SNI suhu optimal adalah 6,5- 8,5.
Penurunan suhu pada saat pemeliharaan yaitu mencapai terendah 6,25 dapat
disebabkan oleh bahan organik pada media pemeliharaan yang disebabkan oleh sisa
pakan dan ekstrak daun sirih yang diaplikasikan pada media pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonymous (2003)
yaitu Perbedaan pH disebabkan adanya perbedaan komponen-komponen asam yang
terdapat dalam daun sirih. Dalam daun sirih terkandung komponenkomponen yang
sifatnya asam, antara lain asam nikotinat dan asam askorbat (vitamin C).
Sperling
dan Suriawiria dalam Himawati (2010), pH yang rendah dapat menghambat
kontaminasi mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme patogen serta
mikroorganisme penghasil racun akan mati. Hal ini juga didukung oleh Campo et
al., (2000) yang menyatakan bahwa aktivitas antimikroba rosemary meningkat
dengan menurunnya pH karena sel-sel yang mengalami stres pada pH rendah akan
lebih sensitif terhadap ekstrak rosemary.
c.
DO (Disolved Oxigent)
Oksigen terlarut ( DO ) adalah
jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi
atmosfer/udara (Tyar,2015). Oksigen terlarut atau DO saat pemeliharaan adalah 8
mg/l yang artinya setiap 1 liter air terdapat oksigen terlarut sebanyak 8 mg.
Oksigen optimal menurut SNI adalah 4 mg/l, sehingga oksigen terlarut pada saat
pemeliharaan kurang optimal karena melebihi standar SNI yang telah ditentukan. Sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil
fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Organisme atau Fitoplankton
yang terdapat diperairan dapat dilihat dari warna air yang kehijauan. Menurut Herawati (1989), cirri fitoplankton chlorophyta adalah Berwarna
hijau karena mempunyai proporsi pigmen pada chloroplas nya jauh lebih baik.
Oksigen terlarut dengan nilai 8 tidak
berpengaruh terhadap kondisi ikan karena kebutuhan oksigen dalam periaran
terpenuhi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari
kegiatan proyek mandiri tentang efektivitas ekstrak daun sirih (piper
betle)dan probiotik pada pendederan II ikan lele (clarias sp) dapat disimpulkan bahwa:
a.
Pertumbuhan berat rata-rata benih ikan
lele pada akhir pemeliharaan sebesar 16,25 gram/ekor dengan kisaran laju
pertumbuhan berat 6,2 % - 12,286 %. Hal ini lebih optimal dibandingkan dengan
pendapat Menurut Suhenda (1988), laju pertumbuhan ikan lele sebesar 1,25% per
hari apabila diberi pakan yang mengandung protein 45 % dan energy 3.000
Kcal/kilogram pakan (Fuad, 2005).
b.
Sintasan ikan lele selama pemeliharaan
sebesar 76,5% yaitu dengan padat tebar 400 ekor, jumlah ikan yang mati adalah
sebanyak 96 ekor yang disebabkan oleh penyerangan penyakit aeromonas hydrophilla pada minggu ke-3 pemeliharaan.
c.
Ektrak daun sirih kurang efektif dalam
pencegahan penyerangan bakteri aeromonas
hydrophilla akan tetapi efektif dalam pengobatan penyakit aeromonas
hydrophilla karena terjadi peningkatan sembuhnya ikan lele dari perhitungan
prevalensi sebesar 32 % menjadi 5%.
5.2 Saran
Saran
yang dapat disampaikan dari proyek mandiri ini adalah sebagai berikut:
a.
Aplikasi probiotik pada pakan sebaiknya
dilakukan sebanyak 5 ml/kg karena dapat mengoptimalkan pertumbuhan ikan lele
pada tahap pendederan.
b.
Aplikasi ekstrak daun sirih perlu
mempertimbangkan kondisi ikan, kondisi kualitas air, metode pengaplikasian dan
dosis yang akan ditentukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Mulia,
Dini Siswani. Husin,arif. 2015. Efektivitas
Ekstrak Daun Sirih Dalam Menanggulangi Ikan Patin Yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas
Hydrophila
Fidyandini,
Hilma Putri. Subekti, Sri dan Kismiyati. 2012. Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Bandeng (Chanos
Chanos) Yang Dipelihara Di Karamba Jaring Apung Upbl Situbondo Dan Di
Tambak Desa Bangunrejo Kecamatan Jabon Sidoarjo
Endang Setiawati, jariyah.dkk. 2013. Pengaruh
Penambahan Probiotik Pada Pakan Dengan
Dosis Berbeda Terhadap Pertumbuhan, Kelulushidupan,
Efisiensi Pakan Dan
Retensi Protein
Ikan Patin (Pangasius Hypophthalmus)
Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur.
Gadjah Mada
University Press.
Yogyakarta.125 p.
Zizhong,Q Z. Xiao-Hua, N. Boon and P. Bossier.
2009. Probiotics in
Aquaculture of China - Current Stale, Problems and Prospect.
Aquaculture 290 : 15-21
Yousefian, M. & M. S. Amiri. 2009.
A Review of the Use of Prebiotic in Aquaculture for Fish and
Sbrimp. African Journal of
BiolechnoloKY Vol. 8 (25),
pp. 7313-7318.
Yuniarani, nia.
2013. Pengaruh Penambahan Ekstrak
Daun Sirih (Piper Betle L) Pada Pakan Terhadap Tingkat Kesehatan
Ikan Nila Gift (Oreochromis Niloticus)
Lampiran
Data pertumbuhan
Data pertumbuhan berat
tebar
|
sampling I
|
sampling II
|
sampling
III
|
sampling IV
|
Sampling V
|
Sampling VI
|
0,675
|
1,13
|
2,1
|
3,2
|
4,975
|
7,22
|
16,25
|
Data pertumbuhan
panjang
tebar
|
sampling I
|
sampling II
|
sampling
III
|
sampling IV
|
sampling V
|
Sampling VI
|
4,465
|
4,96
|
6,36
|
7,3
|
8,4
|
9,635
|
12,875
|
Data laju pertumbuhan
berat harian
minggu I
|
minggu II
|
minggu III
|
minggu IV
|
minggu V
|
minggu VI
|
7,63
|
9,25
|
6,2
|
6,5
|
5,46
|
12,286
|
Data laju pertumbuhan
panjang harian
minggu I
|
minggu II
|
minggu III
|
minggu IV
|
minggu V
|
minggu VI
|
1,51
|
3,61
|
1,98
|
2,02
|
1,97
|
4,22
|
Data efesiensi pakan
minggu I
|
minggu II
|
minggu III
|
minggu IV
|
minggu V
|
minggu VI
|
166,97
|
155,38
|
135,12
|
136,4
|
118
|
281,45
|
Data kualitas air
NO
|
TANGGAL
|
SUHU
|
|
|
PH
|
DO
|
|
|
PAGI
|
SIANG
|
SORE
|
|
|
1
|
1 NOVEMBER 2015
|
|
|
32
|
|
|
2
|
2 NOVEMBER 2015
|
27
|
36
|
35
|
|
|
3
|
3 NOVEMBER 2015
|
26
|
37
|
35
|
|
|
4
|
4 NOVEMBER 2015
|
27
|
34
|
35
|
|
|
5
|
5 NOVEMBER 2015
|
28
|
33
|
35
|
|
|
6
|
6 NOVEMBER 2015
|
27
|
32
|
32
|
PAGI 6,65 SORE 7,5
|
|
7
|
7 NOVEMBER 2015
|
26
|
32
|
32
|
|
|
8
|
8 NOVEMBER 2015
|
28
|
31
|
31
|
6,25
|
|
9
|
9 NOVEMBER 2015
|
26
|
32
|
32
|
|
|
10
|
10 NOVEMBER 2015
|
28
|
31
|
31
|
|
|
11
|
11 NOVEMBER 2015
|
28
|
33
|
32
|
|
|
12
|
12 NOVEMBER 2015
|
27
|
31
|
32
|
|
|
13
|
13 NOVEMBER 2015
|
27
|
33
|
33
|
|
|
14
|
14 NOVEMBER 2015
|
32
|
33
|
33
|
|
|
15
|
15 NOVEMBER 2015
|
30
|
32
|
32
|
|
|
16
|
16 NOVEMBER 2015
|
26
|
33
|
31
|
7,89
|
8
|
17
|
17 NOVEMBER 2015
|
29
|
33
|
31
|
|
|
18
|
18 NOVEMBER 2015
|
26
|
34
|
36
|
|
|
19
|
19 NOVEMBER 2015
|
27
|
30
|
30
|
|
|
20
|
20 NOVEMBER 2015
|
27
|
32
|
32
|
|
|
21
|
21 NOVEMBER 2015
|
29
|
33
|
34
|
|
|
22
|
22 NOVEMBER 2015
|
28
|
32
|
32
|
|
|
23
|
23 NOVEMBER 2015
|
28
|
33
|
33
|
|
|
24
|
24 NOVEMBER 2015
|
27
|
31
|
33
|
|
|
25
|
25 NOVEMBER 2015
|
26
|
32
|
34
|
|
|
26
|
26 NOVEMBER 2015
|
27
|
33
|
33
|
|
|
27
|
27 NOVEMBER 2015
|
27
|
33
|
34
|
|
|
28
|
28 NOVEMBER 2015
|
28
|
35
|
35
|
|
|
29
|
29 NOVEMBER 2015
|
27
|
35
|
34
|
|
|
30
|
30 NOVEMBER 2015
|
27
|
33
|
33
|
7,35
|
|
31
|
01 Desember 2015
|
28
|
35
|
36
|
|
|
32
|
02 Desember 2015
|
27
|
33
|
36
|
|
|
33
|
03 Desember 2015
|
27
|
30
|
31
|
|
|
34
|
04 Desember 2015
|
28
|
32
|
32
|
|
|
35
|
05 Desember 2015
|
28
|
32
|
31
|
|
|
36
|
06 Desember 2015
|
27
|
34
|
32
|
|
|
37
|
07 Desember 2015
|
28
|
33
|
36
|
|
|
38
|
08 Desember 2015
|
29
|
30
|
30
|
|
|
39
|
09 Desember 2015
|
28
|
31
|
30
|
|
|
40
|
10 Desember 2015
|
28
|
32
|
31
|
|
|
40
|
11 Desember 2015
|
28
|
31
|
36
|
|
|
41
|
12 Desember 2015
|
28
|
30
|
33
|
|
|
42
|
13 Desember 2015
|
28
|
30
|
30
|
|
|
Data pakan
tabel pemberian pakan
|
||||
hari
|
tanggal
|
FR 5% (gram)
|
PAKAN HABIS(gram)
|
RESPON PAKAN (%)
|
senin
|
2 NOVEMBER 2015
|
13,5
|
16,6
|
122,96%
|
selasa
|
3 NOVEMBER 2015
|
13,5
|
16,6
|
122,96%
|
rabu
|
4 NOVEMBER 2015
|
13,5
|
16,6
|
122,96%
|
kamis
|
5 NOVEMBER 2015
|
13,5
|
16,6
|
122,96%
|
jumat
|
6 NOVEMBER 2015
|
13,5
|
16,6
|
122,96%
|
sabtu
|
7 NOVEMBER 2015
|
13,5
|
19,87
|
147,19%
|
minggu
|
8 NOVEMBER 2015
|
13,5
|
6,37
|
47,19%
|
senin
|
9 NOVEMBER 2015
|
22,6
|
39,5
|
174,78%
|
selasa
|
10 NOVEMBER 2015
|
22,6
|
39,5
|
174,78%
|
rabu
|
11 NOVEMBER 2015
|
22,6
|
39,5
|
174,78%
|
kamis
|
12 NOVEMBER 2015
|
22,6
|
39,5
|
174,78%
|
jumat
|
13 NOVEMBER 2015
|
22,6
|
38
|
168,14%
|
sabtu
|
14 NOVEMBER 2015
|
22,6
|
28
|
123,89%
|
minggu
|
15 NOVEMBER 2015
|
22,6
|
23
|
101,77%
|
senin
|
16 NOVEMBER 2015
|
40,79
|
45
|
110,32%
|
selasa
|
17 NOVEMBER 2015
|
40,79
|
62
|
152,00%
|
rabu
|
18 NOVEMBER 2015
|
40,79
|
38
|
93,16%
|
kamis
|
19 NOVEMBER 2015
|
40,79
|
62
|
152,00%
|
jumat
|
20 NOVEMBER 2015
|
40,79
|
32
|
78,45%
|
sabtu
|
21 NOVEMBER 2015
|
40,79
|
41
|
100,51%
|
minggu
|
22 NOVEMBER 2015
|
40,79
|
32
|
78,45%
|
senin
|
23 NOVEMBER 2015
|
60
|
64
|
106,67%
|
selasa
|
24 NOVEMBER 2015
|
60
|
64
|
106,67%
|
rabu
|
25 NOVEMBER 2015
|
60
|
64
|
106,67%
|
kamis
|
26 NOVEMBER 2015
|
60
|
94
|
156,67%
|
jumat
|
27 NOVEMBER 2015
|
60
|
64
|
106,67%
|
sabtu
|
28 NOVEMBER 2015
|
60
|
66
|
110,00%
|
minggu
|
29 NOVEMBER 2015
|
60
|
34
|
56,67%
|
senin
|
30 NOVEMBER 2015
|
93,28
|
94
|
100,77%
|
selasa
|
01 Desember 2015
|
93,28
|
60
|
64,32%
|
rabu
|
02 Desember 2015
|
93,28
|
75
|
80,40%
|
kamis
|
03 Desember 2015
|
93,28
|
89
|
95,41%
|
jumat
|
04 Desember 2015
|
93,28
|
113
|
121,14%
|
sabtu
|
05 Desember 2015
|
93,28
|
75
|
80,40%
|
minggu
|
06 Desember 2015
|
93,28
|
64
|
68,61%
|
senin
|
07 Desember 2015
|
135
|
105
|
77,78%
|
selasa
|
08 Desember 2015
|
135
|
112
|
82,96%
|
rabu
|
09 Desember 2015
|
135
|
188
|
139,26%
|
kamis
|
10 Desember 2015
|
135
|
129
|
95,56%
|
jumat
|
11 Desember 2015
|
135
|
77
|
57,04%
|
sabtu
|
12 Desember 2015
|
135
|
148
|
109,63%
|
minggu
|
13 Desember 2015
|
135
|
190
|
140,74%
|
jumlah
|
2556,19
|
2637,24
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar